March 15, 2015

Broken Promises.

















"Jangan pergi"
"Apa kamu kira aku pun menginginkan kepergianku ini?"
"Mungkin..."
"Bodoh, tentu saja tidak"
"Lalu, kenapa kamu pergi?"
"Karena aku harus menata masa depanku"
"Yang berarti, tanpa aku?"
"Bukan begitu. Ayolah mengerti keadaanku ini. Kamu ingin melihatku kelak menjadi sukses kan?"
"Pertanyaan konyol, tentu saja"
"Kalau begitu, biarkan aku pergi. Tenang saja, aku akan tetap menjadi milikmu"
"Tapi aku takut..."
"Jangan takut, percayakan saja padaku"
"Janji takkan mengingkarinya?"
"Iya aku janji. Aku mencintaimu"
"Aku juga"


Percakapan terakhir kita sebelum akhirnya kamu pergi. Aku masih, bahkan selalu mengingatnya.

Kamu tahu kan, waktu tak penah meng-iya-kan permintaanku untuk berhenti, jarum jam tak mampu diam; ia terus berputar. Dan lambat laun, kamu tahu apa yang terjadi? Waktu benar-benar mengantarkanku pada kepergianmu. Dan jarak ini, ia sama jahatnya dengan waktu, ia turut mengambil peran dan benar-benar membawamu pergi, jauh.

Karena tak selamanya air yang mengalir akan bermuara pada hilir, terkadang ia lebih memilih singgah pada kubangan yang lebih dekat. Seperti halnya kamu, yang lebih memilih dia, sementara aku, di sini, selalu harap-harap cemas menanti handphone berbunyi; melampirkan sebuah pesan singkat tentang kabarmu.

Persetan dengan segala janji yang teringkari.

Apa gunanya berjanji jika pada akhirnya memilih pergi? Apa gunanya semua rasa sabar jika pada akhirnya berbalas rindu yang tak terbayar? Apa gunanya sebuah penantian jika pada akhirnya ditinggalkan? Apa gunanya kalimat "aku cinta kamu", jika pada akhirnya menjadi "ternyata aku doang yang cinta kamu."

Persetan dengan segala dusta yang tersisa.

Kamu tahu?
Mengikhlaskanmu takkan semudah meneguk secangkir cokelat hangat. Memaafkanmu, takkan semudah menghapus cokelatnya yang tersisa di bibir. Dan beranjak pergi, takkan semudah meninggalkan cangkir kosong di atas meja, sendirian; karena kamu telah berdua.

Serumit itu kamu mengubah segalanya.

Tapi tenang saja, mendoakanmu akan selalu mudah, semudah aku mengucap harap pada Tuhan agar kamu selalu bahagia; meski kamu bersamanya.

Dan bersamaan dengan tenggelamnya senja di sore ini, aku ingin menenggelamkan semua cerita dan kenangan tentangmu. Karena aku tahu, bahagiamu kini bukan diriku lagi, dan hidupmu, kini sudah bukan tentangku lagi.

Selamat tinggal. Semoga berbahagia :)

2 comments: