January 24, 2015

Harap pada sang waktu.











Malam ini terlalu dingin untuk dilewati seorang diri, sekalipun kau menghangatkan diri di dekat perapian, tetap takkan mampu mengalahkan dinginnya udara kota Melbourne.

Ketika semua orang sibuk mempersiapkan diri untuk pergi berbaur di tengah keramaian----merayakan malam pergantian tahun---- tidak halnya dengan diriku. Aku lebih memilih menghabiskan sisa malam di apartemen, ditemani perpaduan kopi hitam dan sebatang nikotin yang selalu menjadi favoritku tiap malam. Karena bagiku, malam ini tidak ada bedanya dari malam-malam biasanya, aku masih saja merindu.

Aku selalu suka melihat kemerlap cahaya lampu kota di malam hari, yang membentuk suatu formasi bersama susunan bintang-bintang, tapi tidak untuk malam ini, aku kehilangan seleraku. Memang, rindu selalu bisa mengacaukan segalanya, seperti mengubah suasana yang seharusnya menyenangkan malah jadi sebaliknya.

Seperti inikah pilu yang harus di rasakan oleh pemuda 22 tahun yang sedang mencinta namun terasingkan oleh jarak? 

Apa salah jika aku melampiaskan rinduku pada malam yang tak bersalah?

Sepertinya tahun ini akan mempunyai akhir yang menyedihkan, tak apa, aku tetap menikmatinya. Bukankah bahagia dan sedih diciptakan dalam satu paket yang lengkap? Aku sudah melewati setengah bagiannya yang pahit, dan aku tak sabar dengan bagian yang lainnya ---yang tentu saja indah--- di dalam sebuah drama yang ku namakan seni kehidupan.

Bunyi letupan kembang api sudah terdengar dimana-mana. Tidak terasa hari sudah berganti, pukul 00:00 waktu Melbourne. Memang, memikirkanmu selalu membuatku lupa pada sang waktu.

Jangan tanya apa harapanku, hari baru untuk tahun yang baru, tentu saja aku menginginkan kehidupan yang lebih baik ---seperti kebanyakan orang---. Apakah kau ada dalam salah satu harapku? Bodoh, Mana mungkin aku melewatkanmu, kau adalah kunci dari semua harapku.

Dan untukmu, wanitaku
Bersabarlah untuk beberapa saat lagi, perjalanan ini akan sampai pada tujuannya, pada tempat yang memposisikan dimana kita akan bertemu di atas tanah yang sama. Takkan ada lagi jarak ribuan kilometer membentang, aku akan membuatnya lebih dekat untukmu.

Hingga saat sela jemariku terisi oleh jemari tanganmu yang lentik, saat kita bisa saling menggenggam. Dan jika saat itu terjadi, aku takkan membiarkannya lepas. Karena aku tak sanggup jika harus merasakan rindu yang sedalam ini lagi.

        Harap terakhirku pada sang waktu,
        semoga bisa berujung pada titik temu,
        berjanjilah untuk tetap menunggu,
        hingga aku menjemput bahagiaku,
                            yang tak lain adalah kamu.

No comments:

Post a Comment