September 29, 2018

Di warung kopi

Bagaimana caramu melupakannya?

Di sela makan siang, seorang kawan memanfaatkan waktu sembari bercerita. Tak peduli siang itu warung sedang ramai-ramainya. Pokoknya harus bercerita. Dan tentu saja, apa lagi kalau bukan soal percintaan. 

"Aku sudah nggak tau harus gimana lagi. Sakit. Tapi aku juga nggak bisa meninggalkannya" katanya

Baru kali ini aku melihat lelaki se-tak berdaya itu. Perasaannya hancur tak bersisa oleh perempuan yang paling dicintainya. Meski orang-orang di sekelilingnya meminta ia untuk mundur dan menyelamatkan dirinya sendiri, ia memilih bertahan. Mempertaruhkan segala yang ia punya untuk satu perempuan yang bermesraan dengan laki-laki lain.

Kalian boleh mengatakannya bodoh. Silakan. Karena aku pun berkata demikian awalnya. Namun ketika ia memberikan alasan atas tindakannya itu, aku tak bisa melarangnya. Dan aku pikir, setiap orang mempunyai hak penuh atas keputusan yang akan diambil dalam hidupnya. Ia sadar betul dengan segala resiko yang mungkin akan lebih pahit dari ini. Niat tulusnya dapat terlihat dari matanya yang sedikit sembab. Tekadnya sudah bulat, tak dapat diganggu gugat.

Rasanya senang bisa menjadi orang yang dipercaya untuk mendengar keluh kesah orang lain. Ia pun begitu. Merasa senang karena akhirnya ada orang yang mau mendengar kisahnya yang teksesan cengeng. Sementara di luar langit mulai menjatuhkan airnya satu persatu, obrolan di warung kopi ini mulai terfokus padaku. 

"Kau sendiri, bagaimana caramu melupakannya?" tanyanya

Caraku melupakan? 

Pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku. Apa yang harus ku jawab? Kenyataannya, aku tak pernah melupakannya. Berniat pun tidak. Meski sudah tak lagi bersama, tak ada satupun hari yang kulewatkan tanpa kehadirannya. Ia selalu hadir dalam bentuk imaji. Aku masih dapat melihatnya tersenyum dalam sebuah lembar fotobox yang terpajang di dinding kamar, menyebut namanya di setiap doa yang terpanjat, atau mendengarkan lagu yang menjadi favoritnya.

Melupakan, katanya. Lagi pula, kenapa harus?

1 comment:

  1. Saya mengetahui, saya paham betul kisah ini. Kisah yang miris

    ReplyDelete