December 08, 2018

Titik terendah

Kenapa begitu sulit?

Sementara kau terlelap, apa yang di sekitar terus bergerak. Tidur tak pernah menyelamatkanmu. Apa yang kau takuti tak pernah benar-benar pergi. Mereka menanti kesadaranmu pulih, membawa pertanyaan dan pernyataan yang siap buatmu terisak lirih. 

Anjing!

Kau memulai hari seakan semua baik-baik saja. Di hadapan mereka, kau adalah kau yang mereka lihat pada hari-hari sebelumnya. Tak ada yang berbeda kecuali lingkar di bawah kelopak mata. Kau tetap tersenyum, berulangkali cengegesan tanpa maksud berpura-pura. Sebab terkadang menyanggah lebih mudah dibanding mengaku kalau kau sedang berada di titik terendah. 

Terlalu banyak yang berubah. Terlalu banyak yang berpindah. Saat semua perlahan pergi dan meninggalkan, yang bisa kau lakukan hanya memeluk ingatan masa kecil. Bermain-main dengan kata "seandainya" hingga segala harapan semakin menjerumuskan.

Di ruangan empat kali tiga yang jadi tempatmu melakukan segala, kau nyalakan rokok dengan tergesa. Asap menari-nari di hadapan wajahmu. Begitu khidmat dan nikmat. Barangkali hanya ini yang mampu membuatmu sedikit tenang sebelum keadaan menjadi semakin garang.

Masa ini perlahan-lahan menuntunmu pada ketidakyakinan. Masa yang membuatmu ragu akan harapan dan eksistensi Tuhan. Kau terlanjur hilang arah hingga terlintas dalam benak untuk menjadi arwah. Tapi kemudian kau ingat orang tuamu, kau ingat saudari-saudarimu. Begitu terus hingga berulang-ulang.

Tak berhenti.
Tak tau kapan mati.

No comments:

Post a Comment