April 25, 2020

Menjadi berani

Bisa apa kau tanpa tembakau yang terbakar di tengah kesibukan? Bisa apa aku tanpa kau di setiap ingatan?

Siang ini panas, sayang. Matahari sedang semangat-semangatnya memberi warna pada dunia. Saat aku menulis ini,  kau masih lelap dalam tidurmu selepas semalaman terjaga. Hal yang awalnya menyebalkan kini membuatku terbiasa.

Akhir-akhir ini aku bersahabat dengan anxiety. Setiap hari, tak peduli itu siang atau malam, siap atau tidak, cemas selalu menyelimuti. Aku jadi rindu pada diriku, yang pada tahun-tahun sebelumnya bisa dengan mudah untuk bersikap tidak peduli.

Kau tahu, sayang? Patah hati pernah membuatku berjanji untuk tidak berekspektasi lagi, pada apapun, pada siapapun. Sedih dan bahagia yang kurasa adalah tanggung jawabku. Saat itu hidup menjadi penuh dengan hal yang tak pernah ditunggu-tunggu. Sampai akhirnya aku memilikimu.

Hidupku berangsur membaik saat kau masuk dengan balon warna-warni. Indah sekali. Tapi aku merasa berkhianat pada janji yang kubuat sendiri. Aku mulai berekspektasi lagi. Di saat yang sama, cemasku kian meninggi. Aku tidak ingin lagi bergantung pada sesuatu yang bisa pergi.

How to fall in love without being addicted? Jangan berekspektasi, katamu di waktu lalu. Tapi bagaimana bisa mencintai tanpa menjadikan seseorang yang kau cinta sebagai satu-satunya bahagia? Sebab bagiku, mencintai berarti melebur, meniadakan jarak, merupa kita.

Sayang, aku bohong jika aku tak takut lagi untuk mencinta. Saat kita memulai semuanya, aku tahu aku bisa kehilanganmu kapan saja. Aku tahu kita bisa saja menjadi sangat jauh pada akhirnya. Tapi memilikimu adalah satu kesempatan yang tak bisa dihindari. Dan bagiku pilihannya hanya dua, menjadi berani atau tidak sama sekali. Maka aku memilih untuk menjadi berani.

Bukankah pada hari itu kita sepakat untuk mengambil resiko bersama? Kita berdua tau faktanya. Terlepas dari itu semua, semoga kita bertahan lama.

No comments:

Post a Comment