September 26, 2020

Saya mengaguminya tanpa karena

"Kamu bodoh. Kalau nggak pusing, ya nggak hidup namanya."

Dia adalah orang paling realistis yang saya kenal. Dia tidak pernah jadi orang yang berlagak menenangkan saya bahwa hidup akan terus baik-baik saja. Dia yang saya tahu juga punya segudang masalah dalam benak, tapi bisa saya hitung berapa banyak kata-kata keluhan keluar dari mulutnya. Tentu jumlahnya jauh lebih sedikit untuk saya yang mungkin bisa mengeluh setiap hari.

Saya tidak ingat bagaimana awal kami saling kenal. Ini bukan sebuah cerita cinta pada pandangan pertama. Bukan. Ini hanya sedikit cerita saya tentang seseorang, yang entah berapa lama sudah saya kagumi sampai saat ini. 

Kami banyak bertukar cerita. Dari situ, saya mulai melihat bagaimana caranya memandang dan beropini tentang banyak hal. Seperti yang saya bilang di awal, dia adalah orang paling realistis yang saya kenal. Argumen-argumennya hampir selalu masuk akal.

Mengenalnya lebih jauh adalah satu kesempatan yang tidak akan pernah saya sesali. Darinya saya belajar bahwa cara termudah menjalani hidup adalah dengan tertawa. Semarah apapun kau dengan keadaan, semenyakitkan apapun realitanya, meski hidup kerap mencurangimu berkali-kali, hal yang paling mudah dilakukan adalah mentertawainya. Amarah, air mata, dan makian hanya akan memberi energi negatif pada dirimu sendiri. 

Begitulah rasa kagum itu tumbuh. Begitu saja. Mengalir. Bertahun-tahun.

Saya mengaguminya tanpa alasan-alasan yang jelas. Saya mengaguminya tanpa kata karena. Saya pernah bilang padanya, kalau saya bisa hidup lama sama kamu, ya karena kamu adalah kamu. Itu saja.

No comments:

Post a Comment