Kau mulai kehilangan dirimu sendiri pada tiap-tiap malam yang dingin di musim kemarau. Bertemankan sunyi dan kopi pahit kau mencoba berpasrah pada segala rasa sakit. Mengizinkan emosi dan logika berkecamuk dalam diri hingga kau bahkan tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Sengal napas dan dada yang berulang kali kau cengkam itu menandakan kau semakin tua dan mungkin nyaris padam. Di usiamu yang kini menginjak dua puluh enam, kau masih bertanya-tanya arti dari hidup yang kau jaga mati-matian.
Tak ada harapan, pikirmu.