April 21, 2020

Bias

Kau mulai kehilangan dirimu sendiri pada tiap-tiap malam yang dingin di musim kemarau. Bertemankan sunyi dan kopi pahit kau mencoba berpasrah pada segala rasa sakit. Mengizinkan emosi dan logika berkecamuk dalam diri hingga kau bahkan tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. 

Sengal napas dan dada yang berulang kali kau cengkam itu menandakan kau semakin tua dan mungkin nyaris padam. Di usiamu yang kini menginjak dua puluh enam, kau masih bertanya-tanya arti dari hidup yang kau jaga mati-matian.

Tak ada harapan, pikirmu.

March 28, 2019

Di ruang-ruang hening

Bagian satu

Suaramu
pernah melantun
di antara ruang-ruang hening
Saat aku sibuk
dengan redaksional di halaman
yang kau susun
berlembar-lembar

February 13, 2019

Untuk bapak yang hatinya sekuat baja

"Doakan Bapak ya, nak. Semoga Bapak selalu dapat rezeki dan bisa membahagiakanmu"

Kereta melaju perlahan meninggalkan stasiun diikuti lambaian tangan dan senyum yang terhias di wajah bapak. Aku membalas lambaiannya di balik jendela kereta yang membawaku pada masa-masa pendewasaan.

December 08, 2018

Titik terendah

Kenapa begitu sulit?

Sementara kau terlelap, apa yang di sekitar terus bergerak. Tidur tak pernah menyelamatkanmu. Apa yang kau takuti tak pernah benar-benar pergi. Mereka menanti kesadaranmu pulih, membawa pertanyaan dan pernyataan yang siap buatmu terisak lirih. 

Anjing!

September 29, 2018

Di warung kopi

Bagaimana caramu melupakannya?

Di sela makan siang, seorang kawan memanfaatkan waktu sembari bercerita. Tak peduli siang itu warung sedang ramai-ramainya. Pokoknya harus bercerita. Dan tentu saja, apa lagi kalau bukan soal percintaan. 

"Aku sudah nggak tau harus gimana lagi. Sakit. Tapi aku juga nggak bisa meninggalkannya" katanya

August 27, 2018

Pada tiga dini hari

Pada tiga dini hari langit-langit kamar menjelma layar yang memutar kilas balik perjalanan. Kau memejamkan mata berharap tak melihatnya namun ingatan demi ingatan justru makin berjejal, satu satu memaksa untuk tetap tinggal.

Pada tiga dini hari matamu menatap nanar layar ponsel, pada sebuah percakapan lama yang hanya menyisakan tanda 'baca'. Itulah satu-satunya jejak tentangnya yang masih kau punya. Tepat sebelum ketololanmu merasuk dan merusak segalanya.